Sinopsis Drama Korea Mimi Episode 1





Sinopsis Mimi Episode 1 part 1 (Mnet Drama)


Saat seseorang menarik dirinya dari kehidupan dan seolah bersembunyi, itu karena mereka memiliki sesuatu yang tak ingin untuk dibagi, menyimpannya rapat-rapat. Sama seperti Min Woo, ia tak pernah membagi kehidupannya kepada siapapun. Baginya, butuh tiga tahun untuk menyadari bahwa bagaimanapun cara yang ia lakukan, ia tidak akan pernah bisa mengembalikan nyawa Ayahnya. Atas kematian sang Ayah, Min Woo selalu menyalahkan dirinya sendiri, sebuah alasan untuk menarik diri.



Sampai pada akhirnya dengan tanpa sengaja, Min Woo bertemu dengan Mimi. Gadis polos yatim piatu. Kedua orang tuanya meninggal dunia kala Mimi kecil. Ia harus hidup bersama Sang Bibi yang hanya membuka salon sebagai mata pencaharian hidup mereka. Yang membedakan Mimi dengan remaja yang lainnya adalah penyakit yang diderita oleh Mimi. Semenjak orang tuanya meninggal dunia, Mimi terserang penyakit aneh, seperti sebuah penyakit turunan. Dalam waktu yang tak terduga, ia selalu kehabisan nafas, nafasnya tersengal-sengal, dan rasanya seperti tercekik.



Minwoo terlarut dalam pengerjaan project webtoon yang tengah digarapnya. Kala mengerjakan project tersebut, Minwoo seperti ditarik ke dimensi lain. Dimensi yang sepertinya sudah pernah ia lalui. Satu hal yang Minwoo selalu hindari saat mengerjakan project komik webtoon itu, menggambarkan mata dari karakter komiknya. Minwoo selalu merasa bahwa sorot mata atau pandangan mata seseorang itu adalah cerminan dari hati. Hal yang masih belum ia pahami, tentang hati dan bagaimana cara menggambarkannya di sebuah kanvas. Maka tak jarang, Minwoo selalu meninggalkan komik garapannya, tanpa membubuhi mata pada sang karakter.


Deringan ponsel membangunkan Minwoo, staff webtoon menelpon, “Tuan penulis, kau harus mengerjakan projectmu. Kau tidak tertidur kan. Kau tau, pekerjaan itu yang pertama, maka bekerjalah.” Minwoo tak ingin ambil pusing, ia menjauhkan ponselnya dan membiarkan staff webtoon tersebut selesai berbicara.


Tak lama, ponselnya kembali berdering. Ibu yang menelponnya, menanyakan kabar Minwoo, mencemaskan anak semata wayangnya. Minwoo tak ingin membuat ibunya khawatir, maka ia menjawab seluruh kecemasan ibunya dengan jawaban yang sama sekali tak sesuai dengan apa yang ia lakukan. “Aku sudah makan. Satu mangkuk penuh. Aku juga tidur tanpa terbangun. Aku juga tidak meneguk kopi dengan berlebihan.” kata Minwoo. “Syukurlah kalau begitu. Minumlah air yang banyak. Ibu dengar dari berita, kalau seseorang itu harus minum banyak air,” jawab Ibu.



Ketika ia tengah meneguk kopinya, Minwoo merasa mual. Ia berlari ke toilet, memuntahkan rasa mualnya.


Kemudian, keluar ruangan untuk menghirup udara segar dan menatap langit luas. Tak berapa lama, Minwoo memutuskan untuk pergi menemui seorang dokter. Tapi ia menyempatkan diri untuk sedikit bersantai di sebuah resto, mencari inspirasi untuk pembuatan webtoonnya tersebut.


Di tanah yang bersalju, langkah-langkah kecil dari seseorang mengikuti Minwoo. Mimi. Gadis yang tak lagi tampak dihadapan Minwoo, ia juga tidak terlihat oleh mata manusia biasa, karena Mimi adalah seorang roh yang bergentayangan. Satu peristiwa membuat Mimi dan Minwoo tak lagi dapat bersatu. Minwoo kehilangan semua ingatannya yang berkaitan dengan Mimi, sedangkan Mimi—cintanya pada Minwoo tak tergantikan sampai kapanpun.



Minwoo dapat merasakan bahwa seseorang tengah mengikutinya, tapi tiap kali ia memalingkan wajah ke arah belakang, ia tidak menemukan siapapun di sana.



Saat Mimi duduk tepat di hadapan Minwoo, pria itu sama sekali tak mengetahui keberadaan Mimi. Tak henti-hentinya Mimi menatap Minwoo. Berharap Minwoo dapat mendengarnya, Mimi berkata, “Coba pesan Cocoa, rasanya sangat enak.” Minwoo yang sama sekali tak mendengar perkataan Mimi, memesan minuman yang lain pada pelayan, “Berikan aku Americano.”



“Tuan M. Aku memanggilmu dengan sebutan Tuan M,” lirih Mimi pada Minwoo. “Karena huruf alphabet itu mencakup banyak hal yang sangat aku sukai. M untuk Moon, Mozart, Modigliani. Juga karena namamu sangat bersinar. Minwoo.”



Minwoo mengambil kertas sketsanya dari dalam tas, ia mengacaukan sketsanya sendiri karena dirasa tidak sesuai dengan keinginan. Rasa mual kembali menyerang Minwoo, dengan terburu-buru, Minwoo pergi dari hadapan Mimi. Mimi tak tahu apa yang tengah terjadi pada Minwoo, ia hanya berharap agar Minwoo tak mengalami hal yang buruk.


Seseorang yang tak diinginkan kehadirannya, tiba-tiba muncul dihadapan Mimi. Seorang pria muda bertongkat memperhatikan Mimi yang membeku di tempatnya berdiri.



Minwoo sampai di sebuah rumah sakit. Ia membicarakan tentang segala hal yang terjadi padanya akhir-akhirnya. Hal yang dirasa aneh itu terjadi setelah Minwoo menemukan sebuah kalender tahun 2003. Seperti ada sesuatu hal yang mendesaknya untuk mengingat kejadian yang tertulis di dalam note di setiap tanggal, tapi nihil, Minwoo sama sekali tak mengingat apapun. Segala hal atau kejadian yang tertulis di kalender tahun 2003 itu, tak ada satupun yang dapat ia ingat.


Dokter bertanya, “Jadi setelah kau menemukan kalender ini kau tiba-tiba memiliki syndrome aneh. Apa kalender ini milikmu?” Minwoo ragu, karena tak ada hal yang bisa meyakinkannya bahwa kalender itu adalah miliknya, Minwoo menjawab, “Aku tidak tahu. Tapi aku yakin, akulah yang menulis note di setiap tanggalnya. Tapi aku tidak mengingat apapun. Apa yang terjadi saat musim gugur di tahun 2003. Semua memori itu seperti lenyap begitu saja.”

“Tapi, tidak ada note setelah tanggal 8 Desember. Apakah ada hal yang sangat penting sehingga mengharuskanmu untuk mengingat kembali kejadian di tahun 2003 ini?” tanya Dokter. “Aku memulai karirku di webtoon karena kalender ini. Saat pertama kali, ilustrasi yang aku buat berjalan sangat natural. Semua ide mengalir begitu saja. Tapi lama kelamaan, semuanya menjadi sangat dalam, aku terjebak. Semakin aku memikirkanya semakin kepalaku terasa sakit,” jawab Minwoo yang focus pemikirannya kacau karena dentingan jam meja di dekatnya.


“Setelah melakukan CT Scan lebih dalam. Tak ada yang ganjal dengan semua ini,” tunjuk dokter pada beberapa gambar hasil scan. “Bila, kau beristirahat dan menjaga keseimbangan…” Minwoo tak lagi ingin mendengar apa yang dokter katakan. Ia berdiri dari duduknya dengan jengah, lalu menarik jam meja dan mengeluarkan isi baterainya. Dengan kesal, Minwoo keluar dari ruangan.


Di tempat lain, Mimi yang tengah ketakutan berlarian di lorong kumuh. Ia berusah melarikan diri dari pria bertongkat yang mengejar-ngejarnya.



Tapi Mimi tak bisa lagi lari menjauh, karena setiap jalan yang Mimi ambil, pria bertongkat tersebut akan tiba-tiba muncul di hadapan Mimi. Sampai Mimi bersembunyi di sebuah club tak berpenghuni.


“Maafkan aku. Aku tidak melakukan hal yang buruk. Aku hanya mengikuti orang yang kusukai saja.” Mimi melindungi dirinya dengan kedua tangan. Mencoba mengahalau pria bertongkat.



Pria bertongkat itu menenangkan Mimi dengan memberikan minuman. Tanpa banya bicara dan masih dengan aura horrornya, pria bertongkat menyodorkan segelas minuman. Mimi meraihnya dengan gugup, tapi pikirannya masih untuk Minwoo. Dalam lirihnya, Mimi mengatakan, “Jangan sakit. Aku mohon. Kau tidak boleh sakit.”



Minwoo menerima undangan staff webtoon untuk datang ke kantor pusat mereka. Webtoon buatan Minwoo benar-benar sangat diminati, bahkan mendapatkan banyak bintang dan pujian dari para pembaca. Webtoon yang sangat dinanti, tak heran bila pihak webtoon menginginkan Minwoo untuk melakukan kerja sama dengan pihak pertelivisian.


Minwoo merasa terusik saat membaca salah satu komentar yang diberikan. Salah satu user dengan sengaja menuliskan, “Semua dalam cerita ini adalah benar. Kartun ini berdasarkan kisah nyata penulis secara pribadi.” Minwoo yang sama sekali tak mengetahui tentang hal itu, rasa penasaran menghantuinya. Ia bahkan meminta pihak webtoon untuk mencaritahu siapa sebenarnya user yang telah menuliskan komentar tersebut.
“Aku harus bertemu dengannya. Bagaimanapun caranya, dapatkah kau membantuku untuk mencari tahu tentang user tersebut. Secepat mungkin. Aku mohon,” pinta Minwoo yang berada di tengah perjalanan menuju masalalunya.



Hari itu, Minwoo menuruti dokter yang menangani masalahnya. Dokter itu mengatakan, “Bila kalender tahun 2003 ini memang benar-benar milikmu, maka, di suatu tempat, ada hal dan memories yang terpendam. Yang harus dirimu sendirilah yang mencarinya.” Minwoo mengingat-ingat perkataan dokter tersebut. Ia mengambil kalender tahun 2003 lalu membaca note khusus yang tertulis disana, “Ruang seni, sepeda dan first kiss,” ucap Minwoo. Ia memejamkan mata, menikmati perjalanan sunyinya.


Waktu kembali berputar, tahun-tahun yang ada terlampui, karena kisah kembali pada tahun 2003. Tahun special, tahun disaat Minwoo menemukan cinta pertamanya. Dan tahun dimana Mimi menghembuskan nafas terakhirnya. Tak ada satu hal pun yang diingat oleh Minwoo tentang tahun ini.
Tahun 2003.



Mimi terbangun dari lelapnya. Ia bermimpi aneh. Kibasan-kibasan tak tentu menerjangnya, jam dinding yang berdetak, cahaya mobil, jalanan yang licin, jam tangan yang retak, ambulance dan suara sirinenya yang menggaung kencang. Hingga Mimi terbangun, ia menceritakan segalanya pada sang bibi. “Bibi, aku bermimpi,” pekik Mimi. “Apa kau bermimpi hantu?” tanya bibi. Mimi berpikir lalu menjawab dengan ragu, “Apa manusia juga disebut juga sebagai hantu. Kau tau kan, bi. Bila seseorang meninggal dunia, ada roh yang masih berada di bumi,” ungkap Mimi. Bibi yang tidak percaya dengan hal gaib seperti itu, segera mengingatkan Mimi untuk membantunya karena saat ini ia sangat sibuk.



Mimi pun tak ambil pusing. Mungkin benar adanya, bila mimpinya itu hanya sebuah mimpi siang bolong yang tidak memiliki arti apapun. Mimi menuruti semua permintaan Bibi, membantu sang Bibi dengan menjemurkan cucian baju. Ketika ia berada di luar salon untuk menjemur pakaian, Mimi melihat kesekelilingnya. Semua anak seumurannya menjalani hidup normal, bersekolah, bercanda riang. Mimi menginginkan kehidupan seperti itu. Karena penyakit yang dideritanya, Mimi harus banyak beristirahat, Bibi melarangnya untuk bersekolah, karena bila dipaksakan maka penyakit yang di derita Mimi akan semakin memburuk.



Mimi kembali ke dalam ruangan salon, ia berjalan ke arah kamarnya. Di sudut ruangan kecil itu, seragam sekolah yang masih terlihat sangat baru tergantung rapih di tembok. Mimi tersenyum. Ia merindukan masa-masa sekolah.

Dengan senyuman yang masih terpasang di bibir mungilnya, Mimi memakai seragam lalu mematut-matutkan diri di depan cermin.



Bukan lagi sebuah kegiatan yang asing, bila Mimi harus mengendap-endap untuk bisa kembali ke sekolah. Terlebih saat di hari minggu, saat tak ada satu siswa pun di hari itu, Mimi bisa sepuasnya berada di dalam sekolah.



Seperti saat ini, di hari minggu yang sepi, Mimi berdiri di depan kelas. Memperkenalkan dirinya sendiri pada bangku-bangku kosong. “Hello. Aku mimi. Aku akan kembali belajar bersama kalian hari ini. Sebenarnya, aku sedikit lebih tua dari kalian. Karena masalah pribadi, aku pindah ke tempat ini tahun lalu. Rumahku adalah sebuah salon, namanya Mimi Salon. Letaknya tepat di belakang sekolah ini.” Mimi tergelak dengan ucapannya sendiri, kemudian ia berbisi, “bila kalian datang, maka akan ada potongan harga.”



Mimi merubah perannya, ia bukan lagi Mimi si anak baru, tapi guru yang menjaga kelas di saat itu. Mimi sama sekali tak mengetahui bahwa seseorang tengah memperhatikan dirinya. Minwoo. Dari jendela kaca kelas, dengan tatapan aneh, Minwoo memperhatikan setiap gerak gerik Mimi.


Saat Mimi terduduk dalam diam, Minwoo baru meninggalkannya tak peduli.



Mimi masih menikmati hari minggunya, ia melakukan segala hal yang biasa dilakukan oleh para siswa. Bermain-main sendiri di kelas, berlarian di koridor sekolah, menari, berpura-pura mendapatkan nilai ujian.


Lalu saat berada di koridor, Mimi menemukan sebuah tulisan di tembok dekat jendela. “2003.9.13 2-3 Hae Sung ♥ Soo Hyun First Kiss...” Mimi tersenyum haru, kejadian yang benar-benar sangat manis.



Namun, penyakit yang dideritanya kembali menyerang. Ia kehabisan nafas dan kesulitan untuk bernafas. Mimi berusaha menlonggarkan keras bajunya. Tak lama, sebuah alunan melodi dari kelas seni terdengar. Perlahan membuat Mimi merasa baikan.



Rasa penasaran menarik Mimi untuk mendekati alunan melodi dengan suara khas dari seorang pria. Ia mengintip dari jeda pintu. Menikmati nyanyian yang dilagukan oleh Minwoo, sudah cukup membuat Mimi tersenyum bahagia. Ia merasa seperti seorang gadis yang paling beruntung di dunia. Minwoo tak menyadari kehadiran Mimi.



Saat Minwoo selesai menyanyikan lagu, Mimi bingung harus bersembunyi dimana. Dengan gugup, ia berlari kecil, menjauh dari pintu ruang kelas seni, tapi tidak berhasil. Mimi malah terjatuh karena tersandung ember-ember.



Minwoo hanya memperhatikan Mimi sekilas, lalu pergi begitu saja. Sama seperti Mimi, dengan tenaga yang tersisa, Mimi bangkit lalu berlarian kecil kemudian bersembunyi di balik tembok tikungan koridor. Saat Minwoo sudah tidak lagi ada di ruang kelas seni, Mimi kembali memasuki ruangan itu. Ruangan yang penuh dengan banyak lukisan tangan.



Sebuah kanvas dengan lukisan laut merah darah dan mencusuar, dengan dua karakter di sisinya, menarik perhatian Mimi. Cat pada kanvas itu belum mengering, Mimi yang penasaran menyentuh cat merah di kanvas. Sejenak ia berpikir arti dari warna merah yang ada di kanvas itu.



Beberapa menit kemudian, derap langkah kaki terdengar mendekati ruang seni, Mimi segera bersembunyi di dalam lemari kosong di sudut ruangan.



Minwoo memasuki ruang kelas seni, ia membereskan peralatannya tanpa menyadari kehadiran Mimi di dalam lemari kosong tak jauh dari tempatnya berdiri. Yang Minwoo sadari hanya lukisannya yang berubah, dengan kilat Minwoo membenarkan letak warna merah di lukisan tersebut, tanpa mencurigai apapun.


Selesai membenarkan lukisannya, Minwoo keluar dari ruang kelas seni. Ia menutup pintu lalu menguncinya.


Mimi terkunci di dalam sana. Sendirian. Ia berusaha untuk memanggil-manggil Minwoo, tapi Minwoo yang sudah menjauh tak mendengar suara Mimi.



Minwoo menyerahkan kunci kelas seni pada penjaga sekolah. Penjaga sekolah itu bertanya, “Apa gadis itu belum pulang?” tanyanya. Minwoo tak mengerti. “Gadis yang setiap minggu ada di sekolah ini dan selalu mengikutimu itu,” jawab penjaga sekolah. Minwoo memperhatikan gedung sekolahnya, tepatnya ke jendela ruang kelas seni. Jendelanya terbuka lebar, padahal Minwoo sudah memastikan bahwa ia sudah mengunci rapat seluruh jendela yang ada.



Minwoo kembali ke ruang kelas seni. Mimi yang mengetahui kehadiran Minwoo, segera menggedor-gedor pintu, lalu memohon, “hei, apakah kau disana? Tolong aku,” pinta Mimi. Minwoo beranjak untuk mencari penjaga sekolah, tapi pria tua penjaga sekolah sudah tidak lagi ada di tempat.


Minwoo juga sudah mengusahakan untuk meminta kunci cadangan ruang seni dari seorang guru pria yang tengah piket. Tapi guru itu pun sama, tidak memiliki kunci yang dimaksud Minwoo.




Yang bisa Minwoo lakukan hanyalah menemani Mimi samapi malam tiba. “Apakah… disana itu adalah kau?” tanya Mimi cemas. “Di sini… Aku.,” jawab Minwoo, ia menyandarkan diri di pintu ruang kelas seni. Bayangan punggung Minwoo yang bersandar, membuat Mimi tersenyum lega. Ia tak lagi takut karena Minwoo menemaninya di sini. Bersamanya. Mimi melakukan hal yang sama, menyandarkan diri tepat di belakang siluet punggung Minwoo.


“Maafkan aku tentang lukisan itu,” ucap Mimi. “Aku ingin menanyakan sesuatu.” Mimi berkata lirih. Ia memastikan bahwa Minwoo tengah mendengarkannya, “Mengapa kau tidak menggambarkan mata pada ilustrasimu?” Mimi tak terlalu mengharapkan jawaban dari pria pendiam yang sangat ia sukai itu, tapi


Minwoo menjawabnya dengan tulus, “Karena itu sangat membebaniku. Mata seharusnya mencerminkan isi dari hati seseorang. Aku tidak mengerti tentang hati itu,” jawab Minwoo. Ketidak-mengertian Minwoo pada hati membuatnya enggan untuk melukiskan mata pada karakter di kanvasnya. Pria ini takut, takut salah menggambarkan arti dari tatapan mata seseorang.


Bersambung Sinopsis Mimi Episode 1 part 2 (Mnet Drama)