Sinopsis Mimi Episode 3 part 1




Sinopsis Mimi Episode 3 part 1


Ketika Pria Bertato menolong Minwoo, Mimi sudah mengikat janji hidupnya bahwa ia akan pergi selamanya dari sisi Minwoo. Tapi janji yang terucap sulit untuk diwujudkan, Mimi tidak akan pernah melepaskan cinta pertamanya. Mimi bahkan tidak mengindahkan kata-kata Pria Bertato. Pilihan yang diberikan oleh Pria Bertato ditolak Mimi, dengan meninggalkan kotak korek api begitu saja. Mimi ingin lari dari janji yang sudah dibuatnya. Tapi, tak ada jalan tanpa halangan dari Pria Bertato.



Seperti bayangan, Pria Bertato akan selalu mengikuti Mimi kemanapun Mimi pergi. Sekejap ia ada di ujung jalan yang temaram saat Mimi berusaha untuk menghindar. Ia juga tiba-tiba berada di belakang Mimi, ketika Mimi berusaha menjauh. Sampai Mimi tersudut, “Baiklah.. Baiklah.. Aku akan menjaga janjiku,” ungkap Mimi. Pria Bertato berjalan ke arahnya. Ia menunjukkan Mimi kotak korek api, menyuruh Mimi untuk menyimpannya dan menggunakan kesempatan di setiap batang korek apinya dengan baik. Dan jangan pernah sekalipun Mimi berpikir untuk mengingkari janji yang telah dibuatnya. Ever, “Benda ini tidak bisa dikembalikan. Jadi jangan dibuang,” jelas pria bertato.



Mimi selalu ada di samping Minwoo untuk menjaganya. Saat Minwoo terbangun dari tidurnya dan saat Minwoo menceritakan mimpi anehnya pada Jang Eun Hye. Ia mencemaskan Minwoo lebih dari apapun. Bila untuk kebahagiaan Minwoo, Mimi harus mengorbankan kebahagiaannya, maka Mimi akan melakukan hal itu. Semua demi Minwoo.


Secara perlahan, Mimi memasukkan kotak korek api ke dalam saku jaket Minwoo. Tak ada yang mengetahui gerakan pelannya tersebut, tak juga Minwoo yang duduk tepat di dekatnya.



Seseorang juga tengah mencemaskan Minwoo. Rasa cemas yang tumbuh dari rasa keingin-tahuan tentang diri Minwoo yang sangat tertutup. Orang itu adalah Jang Eun Hye, yang selama beberapa hari ini selalu ada untuk Minwoo. Ketika Minwoo tengah tertidur lelap di sofa, Eun Hye memperhatikan wajah Minwoo. Bibir Minwoo melengkung cantik saat matanya tertutup. Pria yang ada di hadapannya tengah bermimpi indah. Sekejap kemudian, lengkungan senyum itu menghilang, terganti dengan air mata yang mengalir lembut membasahi mata Minwoo yang masih terpejam.


Eun Hye teringat kata-kata Minwoo saat ia mabuk kemarin malam. Minwoo mengatakan, “Semua yang aku tuliskan dalam Webtoon bukanlah cerminan dari diriku yang sebenarnya,” ungkap Minwoo yang menertawakan dirinya sendiri. “Karena aku.. Aku sampah yang tidak berguna.” Minwoo kembali meneguk minumannya. Eun Hye hanya memperhatikan kemudian membalas kata-kata Minwoo, “Tapi kau terlihat seperti orang baik. Kau terlihat seperti seseorang yang tidak bisa berbohong dan tidak bisa membenci orang lain,” balas Eun Hye.

Minwoo tersenyum sinis pada diirnya sendiri, “Aku juga ingin menjadi pribadi yang baru saja kau sebutkan itu. Tapi sejak awa. Sulit bagiku untuk bernafas. Kenyataan bahwa aku ingin menunjukkan jati diriku pada orang lain, sudah merupakan sesuatu hal yang tidak masuk akal.”



Ketika Minwoo meninggalkan Eun Hye begitu saja, sesuatu tertinggal di sofa. Obat rutin yang harus diminum oleh Minwoo. Untuk mencari tahu obat apa yang ada digenggamannya saat ini, Eun Hye menelpon professornya. Ia menanyakan tentang fungsi obat milik Minwoo, “Professor, ini aku.. Jang Eun Hye..”. Sang professor menjelaskan mengenai pasien yang seperti apa yang harus mengkonsumsi obat yang baru saja Eun Hye sebutkan, “Obat yang baru saja tadi kau sebutkan adalah obat penawar atau pereda nyeri. Gejalanya mungkin terjadi begitu saja. Bisa disebabkan karena kegelisahan atau halusinasi yang berlebihan, digunakan untuk itulah obat tersebut.”


Minwoo masih meyakini bahwa Pria yang memiliki luka bakar di wajahnya itu, Kyung Jin, adalah satu-satunya orang yang bisa menceritakan segala hal tentang kebingungan yang Minwoo miliki. Bila Kyung Jin enggan untuk mengatakan apa yang terjadi, mungkin bila Minwoo terus menerus memaksa mungkin hasilnya akan berbeda. Entah sudah berapa kalinya bagi Minwoo berdiri di hadapan pintu apartement Kyung Jin. Minwoo selalu berdiri di sana tanpa menekan tombol bel, karena ia teringat ucapan penjaga keamanan bahwa Kyung Jin jarang berada di tempat. Ia selalu menghabiskan waktu di luar, entah apa yang dilakukannya di luar sana, tak ada satupun yang tau.


Minwoo kembali merasa tersudut. Kesempatan lain yang ia miliki adalah kotak korek api yang hanya tinggal tersisa 2 batang saja didalamnya. Ia mengeluarkan kotak korek api itu dengan terburu-buru. Mengambil satu batang, lalu menggesekkan dua bagian intinya, namun tertahan… karena deringan telepon dari Eun Hye.



Suara deringan telepon itu mengingatkan Minwoo dengan lagu yang pernah dinyanyikan Mimi untuknya. Dengan sigap, Minwoo mengurungkan niatnya untuk menyalakan batangan korek api, sebagai gantinya, ia berlari pergi untuk mencari keberadaan club. Minwoo mencari tahu tentang club yang memiliki nama “Lupin”. Melakukan pencarian via search enginer.


Namun setiap kali Minwoo mendatangi club-club tersebut, Minwoo hanya mendapatkan kekecewaan, karena belum ada satu pun club yang sesuai dengan gambaran Lupin-club yang pernah ia kunjungi.



Sampai saat malam tiba, Minwoo memilih untuk melintasi sebuah jalan kecil di gang terpencil. Ia berpikir bahwa mungkin jalan itu adalah jalan pintas yang dapat membawanya sampai ke lingkungan apartementnnya. Tapi, Minwoo mendapati hal yang berbeda. Rasa familiar yang ia rasakan pada jalan yang temaram itu membuatnya semakin berjalan menjauhi jalan utama. Masuk semakin dalam ke sudut jalan yang semakin gelap, sampai ia menemukan sebuah club dengan papan penanda yang menyala-nyala tertulis “Lupin”.



Minwoo tak sendiri. Pria bertato dan Mimi ada di belakangnya, memperhatikan ke arah mana takdir akan membawa Minwoo. Saat keduanya menyadari bahwa Minwoo berhasil menemukan club yang dimaksud, Pria bertato dan Mimi saling menatap satu sama lain.



Tanpa pikir panjang, Minwoo memasuki club tersebut dan ia langsung disambut oleh Pria Bertato. Pria Bertato berkata bahwa ia mengingat Minwoo, ia mengingat segala hal tentang Minwoo. Selagi menyiapkan satu gelas minuman untuk Minwoo, Pria Bertato menjawab semua pertanyaan yang dilontarkan Minwoo, “Halo.. Ada yang bisa kubant?” tanya pria bertato. “Apa kau mengingatku?” balas Minwoo. “Tentu saja, kau pernah datang ke sini satu kali. Kau duduk di bangku itu.”



Minwoo kembali bertanya, “kapan hal itu terjadi?” Pria bertato memberikan satu gelas minuman pada Minwoo, lalu menjawab, “Senin, tanggal delapan desember. Aku dapat mengingatnya dengan jelas. Itu terjadi 10 tahun silam saat aku membuka club ini. Saat itu hujan deras dan suara dentingan jam terdengar keras. Kemudian, jarum jam menghentikan dentangnya tepat di pukul 7 malam.”

Ada satu hal yang tidak Pria Bertato jawab, saat Minwoo bertanya tentang Mimi. “Lalu, siapa gadis yang ada bersamaku?” tanya Minwoo tak sabar. “Entahlah, aku tidak tahu. Saat itu semua terlihat gelap. Sepuluh tahun yang lalu, saat bulan menyembunyikan diri dan saat waktu menghilang dari garis edarnya.” jawab Pria Bertato dengan acuh.



Setelah meneguk gelas minumannya, Minwoo hendak pergi dari club itu. Seketika, lampu panggung club menyala terang. Warna biru-cyan yang memancar dan suara ponsel Minwoo yang berdering keras, membuat Minwoo teringat wajah Mimi. Mimi yang tengah bernyanyi di panggung itu dengan senyuman dan mata menatap tepat ke arah Minwoo. Pria ini dapat kembali mengingat jelas tentang semua hal tersebut. Minwoo mengalihkan pandangannya pada ponsel yang terus menerus berdering. Ia mendapat panggilan dari sang Ibu.



Minwoo memenuhi permintaan ibunya, ia datang kembali ke rumah karena Ibu memintanya. Di ruang tamu, Ibu Minwoo mempersiapkan daging panggan dan beberapa jamuan kecil ala rumah, “Apa yang sedang kau lakukan. Cepat kemari…. Dagingnya sudah masak.” Sedangkan Minwoo masih sibuk berada di kamarnya. Ia tengah mencari sesuatu di tengah tumpukan kardus-kardus berdebu. Saat Minwoo membuka laci bagian atas, ia menemukan tumpukan foto Ayahnya.


Ibu datang dan menanyakan apa yang tengah Minwoo lakukan. Dengan kaku, Minwoo tersenyum lalu berkata, “Ibu tidak membuangnya?” tanya Minwoo seraya menunjukkan foto-foto sang Ayah. Ibu tersenyum hangat. Saat berusaha untuk melupakan seseorang, bukan berarti harus mengubur semua kenangan indah saat bersama. Itu yang Ibu lakukan, dengan tetap menyimpan semua benda-benda yang berkaitan dengan Ayah Minwoo, “Mengapa aku harus membuangnya? Apa jika aku melakukan hal itu semua kenangan akan hilang? Apa kau akan dengan mudah melupakan sesuatu yang sangat berharga hanya dengan ucapan saya?” Minwoo menjawabnya dengan senyuman. “Kau telah melalui banyak hal yang sulit, anakku,” ungkap Ibu yang membalas senyum Minwoo dengan air mata.



Minwoo mencoba mengalihkan pembicaraan dengan menanyakan dimana letak handphone yang biasa ia pakai kala SMA, “Ibu. Aku mencari handphone yang aku gunakan saat masih di Sma, apa kau melihatnya?” Ibu segera menunjukkan dimana ia menyimpan handphone tua itu. Ibu selalu menyimpan segala hal, tak pernah membuangnya, “Handphone itu ada di sini. Semua benda yang berkaitan dengan dirimu, sejak kau lahir.. Aku tidak pernah membuangnya.”


Saat ibu memberikan handpone SMA milik Minwoo, tanpa sengaja Minwoo kembali melihat jam tangan yang tak asing baginya. Jam tangan yang dibagian belakangnya tertulis, “Minwoo ❤ Mimi”. Tak ada satupun serpihan kenangan yang ia miliki pada nama itu. “Mimi,” lirih Minwoo penuh tanya.



Di tempat lain, Eun Hye yang hendak mengembalikan obat Minwoo mengurungkan niatnya. Ia hanya menitipkannya pada penjaga keamanan. Tapi rasa penasarannya tetap menyeret-nyeret dirinya untuk masuk lebih dalam pada kehidupan Minwoo. Ia mengambil kembali obat yang tadi ia titipkan pada penjaga keamanan, “Biar aku saja yang memberikan obat ini padanya,” ucap Eun Hye yang segera berjalan menuju apartement Minwoo.



Mimi menatapnya dari kejauhan. Rasa cemburu sedikit mengusiknya.



Eun Hye berhasil memasuki ruangan. Ia melihat hasil kerja Minwoo. Hanya coretan-coretan sketsa yang masih mentah. Kemudian, ia berjalan ke rak buku yang berada di sisi ruangan bertepatan dengan tempat Mimi berdiri. Mimi memejamkan matanya saat Eun Hye datang mendekatinya. Ia merasa bahwa Eun Hye dapat melihat keberadaannya, tapi ternyata bukan. Eun Hye tak tahu bahwa ia tengah diperhatikan oleh Mimi yang seorang hantu. Ia mendekati Mimi karena tumpukan sketsa ada di barisan paling atas rak buku yang berdekata dengan Mimi.



Eun Hye membuka setiap lembarannya. Warna merah dan lautan yang mendominasi sketsa itu. Mercusuar besar juga selalu ditemukan di setiap sketsa buatan Minwoo. Mimi memperhatikan Eun Hye. Menunggu reaksi apa yang akan diberikan oleh wanita ini.



Eun Hye menghabiskan waktunya di dalam apartement Minwoo dengan membaca buku milik Minwoo. Ia terus menerus menunggu kedatangan Minwoo yang tak kunjung datang. Saat Eun Hye hendak meninggalkan ruangan, ia mendengar suara benda terjatuh. Benda itu adalah sketsa lain milik Minwoo yang tiba-tiba jatuh dari sisi rak buku.


Eun Hye mengambil sketsa tersebut lalu membukanya perlahan. Dan… seorang gadis dengan sebuah senyuman tulus tergambar di setiap lembarnya.



Minwoo tanpa sengaja bertemu dengan Wang Boo Ral yang merupakan seorang polisi keamanan yang sedang bertugas. Ia menyapa Wang Boo Ral dengan sangat bersahabat. Keduanya saling berjabat tangan, berpelukan dan tertawa bahagia. “Kau mengenaliku sekarang!” ungkap Wang Boo ral dengan canda. “Bagaimana kabarmu? Sudah lama sekali kita tidak bertemu,” ungkap Minwoo.



 Wang Boo Ral mengajak Minwoo untuk bertemu teman-temannya yang lain. Mereka akan mengadakan reuni kecil di salah satu pernikahan teman mereka. Minwoo bertemu dengan teman-teman lama, mereka bercengkrama satu sama lain. Saling menanyakan keadaan dan saling memuji. Senyum Minwoo tak pernah lepas sepanjang acara, especially saat melihat kemesraan mempelai pria dan wanita. Keduanya begitu sangat bahagia, Minwoo dapat merasakan kebahagiaan mereka. Mimi berdiri tepat di belakang Minwoo, memandangi siluet wajah Minwoo dan senyuman manisnya.



Bagi Mimi, berada bersama Minwoo seperti kedua mempelai itu, sama seperti harapan kosong yang terhempas angin. Harapan satu-satunya yang ia miliki adalah melihat Minwoo bahagia, “Cintai orang yang kau sayangi sesukamu selagi kau masih hdiup. Kematian akan seperti ini. Kau tidak dapat pergi bersamanya kemanapun kau mau. Kau tidak dapat menyentuh dirinya, juga tidak dapat mengatakan betapa sayangnya kau pada dirinya. Jadi, selagi kau masih bernafas, cintai orang yang kau sayangi sesukamu. Pergilah ke tempat-tempat yang kau sukai. Tanyakan semua hal yang ingin kau tanyakan satu sama lain. Jika kau mencintainya, katakan semua perasaanmu padanya lagi dan lagi.” ungkap Mimi.


Saat acara selesai, semua teman-teman Minwoo berkumpul. Mereka membicarakan banyak hal, sampai pada akhirnya, Minwoo menanyakan tentang seorang gadis yang bernama Mimi. Salah satu teman Minwoo berkata bahwa ia pernah sekali bertemu dengan Mimi, “Ia sudah pergi. Tidak lagi berada di salon itu. Aku pernah bertemu dengannya satu kali, saat SMA. Aku tidak bisa melupakan kejadian saat aku bertemu dengannya di kelas seni. Aku dengar ia sakit, tapi saat aku bertemu dengannya, ia terlihat sangat sedih dan tertekan. Yang pasti bukan karena sakitnya, tapi entah karena apa. Aku tidak tahu pasti.”


Saat tanpa sengaja ia melihat Mimi menangis di ruang seni. Mimi terlihat sangat sedih dan tertekan, tak ada yang mendengar tentang kabar Mimi setelah itu. Mereka hanya mengetahui bahwa Mimi memiliki penyakit.


Minwoo terus menerus memaksa agar teman-temannya memberitahu dimana keberadaa Mimi saat ini. Salah seorang teman Minwoo menjawab bahwa Minwoo pindah ke Seoul saat itu dan mereka tidak tahu dimana Mimi. Minwoo kembali bertanya tentang Kyung Jin, pria yang memiliki luka bakar di wajahnya “Apa.. Apa kalian mengingat Kim Kyung Jin. Kau tau nomor teleponnya?” Tak ada satupun yang menjawab pertanyaan Minwoo. Yang ia dapat hanya kebingungan yang tak berujung, hingga membuatnya pergi menjauh dari keramaian.


Kalender bertahun 2003 itu di pegang Minwoo dengan erat. Ia memandang langit, kemudian beberapa kali membaca note di setiap tanggal yang tertulis di tahun itu. Dengan langkah tak tentu, Minwoo menyeret ingatan yang tersisa untuk kembali ke setiap peristiwa yang pernah ia alami.

Berbekal kenangan yang digambar oleh Minwoo di sketsanya, Eun Hye juga perlahan menyusuri setiap tempat yang Minwoo gambar di sketsa-sketsa itu. Tempat-tempat yang Minwoo jadikan sketsa sudah tak asing bagi Eun Hye.



Minwoo mengunjungi sebuah rumah yang dulunya adalah salon milik Mimi. Dari kejauhan, ia bisa melihat Minwoo remaja tengah berdiri dengan hati berdebar-debar menunggu Mimi, di sana.



Di sisi lain, Eun Hye mengunjungi pusat kota yang memiliki symbol sebuah jam besar. Tempat itu sama persis dengan yang digambar oleh Minwoo, yang berbeda hanya pembubuhan seorang karakter yang berdiri menghadap jam kota dengan payung.


Taman dengan pohon yang rindang yang menjadi kenangan juga dikunjungi oleh Minwoo. Pada arah yang bertolak belakang, Eun Hye pun berada di sana.


Ia menyamakan sketsa Minwoo dengan pemandangan indah yang ada di hadapannya. Itu membuatnya tersenyum, merasakan dan membayangkan betapa bahagianya Minwoo kala itu.


Sampai pada akhirnya, keduanya bertemu di daratan tinggi yang sepi, tempat dulu Mimi dan Minwoo menghabiskan hari dengan memandangi kota-kota yang tampak kecil itu. Minwoo terkejut melihat kedatangan Eun Hye. Bagaimana Eun Hye bisa mengetahui tempat ini. Sebuah kumpulan sketsa diberikan pada Minwoo, Eun Hye hanya mengikuti alur sketsa itu. Hingga ia sampai di tempat ini. “Tempat ini benar-benar nyata ternyata. Karena kami belum mendapatkan script asli milikmu, jadi aku sendiri yang harus mengeceknya, dan aku juga harus memberikan obat yang kau tinggalkan di rumahku,” ucap Eun Hye, ia hendak memastikan Minwoo untuk tidak memarahinya.


Eun Hye beberapa kali meminta maaf. Maaf karena ia telah sengaja masuk ke dalam kehidupan Minwoo. Ia hanya ingin membantu, “Maafkan aku, karena aku sudah lancing. Tapi, ini benar-benar sangat indah lebih dari yang digambarkan.” Minwoo membalas, “Kau datang ke sini karena sketsa ini.” Eun Hye mengiyakan seraya tersenyum, “Lihat. Sketsamu bernama, di sana tertulis, “SMA HO SU. Kelas 2.5. Han-Min-Woo.”



“Aku tidak tahu kenapa aku bisa benar-benar tahu bahwa kau ada di sini. Yang aku tahu, kau tengah bekerja keras untuk project webtoon milikmu. Apa kau ingin menceritakan semua hal padaku?” tanya Eun Hye. Tapi kemudian, Eun Hye teringat bahwa Minwoo tak ingin berteman dengannya. Sudah cukup bagi Eun hye bisa mengetahui setiap kenangan yang Minwoo miliki. Eun Hye melanjutkan kata-katanya karena Minwoo hanya terdiam,”Ah, aku ingat. Kau tidak ingin berteman denganku. Yang aku rasakan, aku merasa iri dengan wanita yang kau gambarkan di sketsa ini. Entah apa yang membuatmu melakukan semua ini.”



 Saat Eun Hye berdiri untuk meninggalkan Minwoo, Minwoo meraih tangannya. Ia menginginkan agar Eun Hye tetap di sampingnya. Wajah Eun Hye memerah, ia gugup saat Minwoo menahan tangannya. “Duduklah.. Aku akan menceritakan semua hal,” pinta Minwoo. “Hal yang terjadi adalah. Aku benar-benar tidak bisa mengingat apapun.” Minwoo berkata bahwa ia akan menceritakan apa yang sebenarnya terjadi, tentang kenangan cinta pertamanya yang hilang dan tentang masa lalunya. Minwoo bukan tak ingin berbagi, ia hanya tak tahu cerita seperti apa yang harus ia bagi. Ia tak mengingat separuh dari kenangan yang seharusnya ia ingat.



Eun Hye mengerti dengan kebingungan Minwoo tersebut, ia memberikan ide, bagaimana kalau mereka melakukan reka ulang semua hal yang telah Minwoo gambar di kumpulan sketsa itu. Karena sketsa itu merekam semua kenangan yang paling berharga milik Minwoo. Mungkin hal itu akan membantu. “Aku rasa aku bisa menolongmu. Sketsa ini, lihatlah. Semua ini membuatku seperti seorang ahli pemburu. Ini.. Benda.. benda ini.. Sepertinya semua itu benar-benar terjadi.. Kau menggambarkan semua hal yang terjadi padamu melalui sketsa ini. Kau menjadikan sketsa ini sebagai sebuah diary,” jelas Eun Hye.



Mimi tak tenang, ia tak suka melihat Eun Hye ada di samping Minwoo. Mimi takut, kehadiran Eun Hye akan membuat Minwoo melupakan dirinya. Cintanya yang besar pada Minwoo membuat bara cemburu semakin mengendalikan perasaan Mimi. Pria bertato mengatakan pada Mimi, ia mendekatkan wajahnya, “Sejujurnya, obat terbaik dari sebuah penyesalan bukanlah waktu, melainkan seseorang yang tepat sebagai pengganti.”
Bersambung Sinopsis Mimi Episode 3 part 2…

Pretty Minwoo is freaking pretty and gorgeous >3<