Sinopsis Mimi Episode 4 part 2




Sinopsis Mimi Episode 4 part 2 (END)




Minwoo mungkin akan melakukan hal itu, tepat di bawah sebuah gerhana, mengembalikan kehidupan Mimi dengan membiarkan dirinya mati. Langkah Minwoo bergerak cepat menuju club milik Pria Bertato. Kedatangan Minwoo disambut dengan ucapan selamat dari Pria Bertato, “Selamat karena ingatanmu sudah kembali,” pria berbaju hitam ini bertepuk tangan pelan. Ia memainkan sebuah lagu kenangan milik Minwoo dan Mimi, lalu pergi.



Batang korek api yang beberapa saat lalu urung dinyalakan, kali ini, Minwoo akan membakar putung apinya. Menggesekkan ujung batang dengan penaut api, seketika api kecil muncul, Mimi hadir di samping Minwoo. Ia tersenyum lalu menatap mata Minwoo dalam-dalam.



Pandangan mata keduanya saling bertemu, dengan tetesan air mata saling mengiringi. “Kau masih tetap sama,” lirih Minwoo. “Matamu.. Hidungmu.. Wajah.. tidak ada yang berubah sama sekali,” ungkapnya. “Benarkah?” Mimi mencoba untuk tetap tersenyum, mengacuhkan kenyataan bahwa ini adalah pertemuan terakhir dengan Minwoo.


“Apakah keadaanmu baik-baik saja?” tanya Minwoo. Mimi mengangguk, “Aku baik-baik saja.”
“Apakah kau bahagia? Benarkah? Kau bahagia?” air mata Minwoo tak terbendung. Mimi hanya mengangguk. Pertanyaan itu kembali Minwoo ulangi, apakah Mimi bahagia, apakah menanggung takdir kematian itu membuat Mimi bahagia.


“Aku pikir aku tidak akan pernah bisa bertemu denganmu lagi. Aku ingin mengatakan sesuatu… Maafkan aku.. Maafkan aku.. Maaf..” hanya kata maaf yang bisa Minwoo ucapkan. Kata ‘maaf’ yang mewakili semua masa lalu yang sudah terjadi. ‘Maaf’ karena Minwoo tidak mempercayai Mimi saat Mimi menceritakan tentang mimpinya. ‘Maaf’ karena Minwoo melupakan Mimi selama beberapa tahun. ‘Maaf’ karena Minwoo tidak bisa menjadi seseorang yang seharusnya menjaga Mimi.


“Maafkan aku..” balas Mimi.
“Kita dapat bertemu kembali?” tanya Minwoo. “Kita akan bertemu kembali kapanpun dan dimanapun kau mau. Aku akan selalu ada di sana untukmu,” balas Mimi. Minwoo mendekatkan wajahnya, lalu mengecup bibir Mimi.



Saat yang tersisa hanya kepulan asap, dan sedikit batang korek yang tersisa setelah api membakarnya, Mimi pergi meninggalkan Minwoo. Ia sudah tidak ada lagi di hadapan Minwoo, ia sudah benar-benar pergi, meninggalkan Minwoo sendiri.


Alur kehidupan Mimi kembali terulang tepat saat dirinya mencoba melindungi Minwoo dari kematian. Mimi mendorong Minwoo menjauhi jalan, sorotan lampu mobil yang menyilaukan dan hantaman mobil yang membuat badan Mimi terpental. Kepala Mimi terbentur kaca mobil, dan tubuh kakunya terhempas kaku.


“Kenapa tubuhku terasa sangat kaku? Mengapa di sini sangat gelap. Sulit untuk membuka mata ini. Minwoo aku mohon tunggulah aku. Tunggu aku. Jangan pergi kemana-mana,” hal terakhir yang Mimi katakan sebelum arwahnya lenyap dan hanya tubuh yang terbujur kaku di tengah kerumunan orang-orang pejalan kaki. Semuanya terjadi, tepat di bawah langit ber-gerhana.


Minwoo beranjak dari duduknya, Pria Bertato mencoba mencegah niat Minwoo yang hendak mengakhiri hidupnya sendiri agar bisa kembali bertemu dengan Mimi. “Semua yang kau lakukan tidak akan berguna apapun. Mereka tidak akan bisa melihat manusia lagi, dan manusia tidak akan bisa melihat mereka,” perkataan Pria Bertato ini dihiraukan oleh Minwoo. Minwoo pergi begitu saja, setelah menatap dingin ke arah Pria Bertato.


Minwoo menelpon ibunya dari sebuah telepon umum untuk mengucapkan bahwa ia sangat mencintai sang Ibu, “Ibu.. aku sangat mencintaimu. Aku menelponmu melalui telepon umum. Terimakasih bu.. Terimakasih atas semuanya. I love you.” kata terakhir yang Minwoo ucapkan untuk sang Ibu.



Hal lain yang Minwoo lakukan sebelum mencoba mengakhiri hidupnya, adalah menemui Eun Hye. Ia mendatangi apartement Eun Hye untuk memberikan hasil project webtoon yang sudah ia selesaikan. “Ini.. Aku sudah menyelesaikannya,” ujar Minwoo seraya memberikan sebuah flashdisk pada Eun Hye. Ia juga menolak ajakan Eun Hye untuk makan malam bersama. Minwoo pergi begitu saja, Eun Hye menatap kepergiannya dengan kebingungan yang tergambar di wajahnya.


Minwoo menghentikan mobilnya, ia berjalan ke jalan utama yang berada di depan sebuah menara dengan jam kota yang sebentar lagi menunjukkan  pukul 7 malam. Dan saat jam kota sudah berdentang tepat di angka 7, bersamaan dengan itu, awan hitam yang menutupi gerhana mulai memudar. Gerhana terlihat sangat jelas.



Sebelum melangkahkan kakinya ke jalan yang penuh dengan lalu lalang mobil, Minwoo mengambil sesuatu dari dalam saku coat miliknya. Satu batang korek api yang tersisa. Batang korek api yang terjatuh di dalam kereta api, ternyata Minwoo memungutnya. Minwoo menyalakan batang korek api itu, api yang muncul membuat kehadiran Mimi menjadi kembali nyata.


Mimi berada di seberang jalan, menahan tangisnya, seraya berkata dengan suara gemetar, “Jangan Minwoo. Jangan.. Jangan lakukan ini..” Tapi Minwoo tetap menghampiri Mimi, menyebrangi jalan utama dengan melindungi api kecil dari batang korek api dengan telapak tangannya. Matanya tetap memandang Mimi, membiarkan beberapa orang pejalan kaki menjerit-jerit karena khawatir. Saat sebuah ambulance datang dari arah yang berlawanan, mobil itu mengarah tepat pada Minwoo.

Mimi menjerit, tapi… Minwoo selamat, karena ambulance itu berhasil menghindari Minwoo. Tidak ada kecelakaan yang terjadi, usaha Minwoo untuk mengakhiri hidupnya tak berhasil. Minwoo menatap ke tempat Mimi berdiri, tapi Mimi sudah tak terlihat lagi.


Semua itu terjadi karena Mimi. Mimi memohon pada Pria Bertato, “Aku mohon, jangan biarkan Minwoo pergi. Aku yang akan menggantikan kepergiannya, aku akan berada di tempatnya. Selamatkanlah ia,” pinta Mimi. “Apa kau akan benar-benar menggantikan tempatnya? Jika itu yang kau inginkan, maka ia akan selamat,” Pria Bertato menjamin keselamatan Minwoo 10 tahun yang lalu dan 10 kemudian. Semua karena permintaan Mimi.



“Aku memiliki satu permintaan lagi. Aku mohon, hapuslah semua kenangan tentangku dari pikiran Minwoo,” ungkap Mimi. “Kenapa?” tanya Pria Bertato. “Karena.. Aku ingin agar biar diriku saja yang merasakan luka ini. Biar aku saja yang menanggung segala kepedihan yang terjadi,” lirih Mimi. Dan Mimi pun pergi untuk selama-lamanya.

Beberapa hari kemudian…



Eun Hye mengunjungi makam ibunya, salju yang lebat membuatnya berkata pada pusara Sang Ibu, “Ibu, kau pasti kedinginan. Ibu… Kau tau.. sebentar lagi, aku akan mengunjungimu dengan seseorang. Kau pasti sangat senang mendengarnya.”



Ibu dan teman-teman SMA Minwoo mengunjungi pameran galeri webtoon milik Minwoo. Mereka mengucapkan selamat, terlebih Ibu yang sangat bangga pada putranya ini.



Eun Hye meyakinkan diri sebelum mengatakan hal ini, “Minwoo.. Mulai saat ini, bisakah aku yang meraut semua pencil gambarmu?”Eun Hye meminta hati Minwoo. Minwoo menjawabnya dengan senyuman.

Pameran galeri komik itu berjalan sangat sukses. Webtoon buatan Minwoo yang sudah dicetak ulang ke dalam bentuk komik, berhasil membuat pembaca terlarut dalam ceritanya.


Minwoo dan Eun Hye menikmati hari itu dengan secangkir kopi. Dari balik etalase mereka bisa melihat cerahnya langit. “Lihatlah.. Langitnya sangat cerah. Secerah saat pertama kali kita bertemu,” ungkap Eun Hye. “Bukankah saat pertama kita bertemu saat itu hujan turun deras?” Minwoo tersenyum saat mengakhiri kata-katanya.

Saat kau jatuh cinta, yang terlihat hanya cintamu saja.
“Pertama kali aku bertemu denganmu. Aku tidak mengingat apapun. Tidak teringat apakah langit tampak cerah saat itu, atau malah matahari yang bersembunyi? Karena… bagiku yang terlihat dan teringat jelas hanyalah dirimu.” —Mimi,
T A M A T