Sinopsis Wonderful Days Episode 2

Wonderful Days / Very Good Days / Wonderful Season Episode 2


Tahun 1998

Dong Seok berdiri di depan rumah Hae Won, menunggu kedatangan ibu Hae Won untuk memberikan surat perjanjian yang menyatakan kalau pada tahun 2003, 5 tahun yang akan datang, ia akan membayar uang pengganti tempat tidur yang dikotori Dong Ok. Dan ibu Hae Won boleh menulis harga tempat tidur itu sesukanya.



Ibu Hae Won menantang Dong Seok kalau ia akan menulis 1 juta won. Dengan wajah datar, Dong Seok mempersilakan, tapi minta ibu Hae Won untuk minta maaf pada ibunya dan Dong Joo karena memperlakukan mereka dengan buruk.

Ibu Hae Won menghentikannya dan bertanya tentang kebenaran hubungan Dong Seok dengan Hae Won. Dong Seok mengiyakan.


Pulang sekolah, Hae Won mentraktir teman-temannya untuk merayakan kalau ia sudah punya pacar. Teman-temannya menyelamatinya karena mereka tahu kalau Hae Won sudah mengejar Dong Seok dengan membabi buta selama 10 tahun.


Penuh senyum sumringah, Hae Won juga meminta teman-temannya agar memberitahukan pada yang lain kalau Dong Seok adalah miliknya dan mereka akan menikah setelah lulus SMA.


Malam hari, Dong Seok berlari menemui pamannya, Ssang Shik yang sedang melakban kaca mobil keluarga Hae Won yang pecah. Ini adalah ulah Dong Hui yang melempari mobil itu dengan batu karena ibu Hae Won memanggil Dong Ok dengan sebutan pencuri.  Ssang Shik memintanya untuk ke kantor polisi karena ibu Hae Won mengancam akan menjebloskan Dong Ok Dan Dong Hui ke penjara.


Masalah demi masalah muncul, dan kelihatan kalau Dong Seok semakin frustasi. Begitu masuk di kantor polisi, ia melihat Dong Hui yang masih tak terima kalau Dong Ok dikatai pencuri dan menggigit tangan ibu Hae Won hingga berdarah. Ia melerai mereka dan bertanya pada Dong Ok, apakah Dong Ok memang mencuri cincin itu?


Dong Ok ketakutan dan jika ia ketakutan, ia malah menangis dan cegukan. Dong Seok semakin frustasi dan membentak Dong Ok, menangis dan diam hanya akan membuktikan kalau Dong Ok bersalah. “Apa aku harus menganggapmu bersalah karena kau terus diam?”


Ibu membela Dong Ok yang akan selalu cegukan jika orang menuduhnya melakukan sesuatu yang tak ia lakukan. Tapi Dong Seok sudah marah pada Dong Ok yang tak bisa membela diri sendiri dan harus bersembunyi di belakang ibu dan Dong Hui. Ibu memohon Dong Seok untuk tak membentak kakaknya, tapi Dong Seok butuh pernyataan dari Dong Ok, “Gunakan mulutmu. Ya atau tidak? Apakah kau mencuri cincin itu atau tidak?”


Tapi Dong Ok terus menangis dan cegukan, membuat Dong Seok membentaknya semakin keras, “Apa kau ini pencuri yang mengambil cincin berlian?!”


Tak disangka, Dong Ok malah pingsan. Polisi membawa Dong Ok pulang dan Dong Hui menatap Dong Seok penuh kebencian, “Jahat!”


Tapi ibu Hae Won malah menganggap kalau kemarahan Dong Seok itu hanya akting belaka, “Kau pikir dengan begitu aku akan melunak padanya?” dengan telunjuknya, Ibu Hae Won menoyor kepala Dong Seok, “Jangan sok pintar padaku. Walau kau paling pintar di kelas, tapi kau tetap tak bisa memiliki Hae Won. Beraninya kau. Kau akan menyesalinya.”


Wajah Dong Seok mengeras, “Kau salah. Kau yang akan menyesalinya.” Ibu Hae Won berhenti dan menoleh padanya, dan Dong Seok meneruskan, “Kau melakukan kesalahan dengan mengusikku.”


Dong Seok berjalan pulang dan menerima pesan di pagernya. Dari Hae Won, “Mencintaimu dengan sepenuh hatiku.”


Mereka janjian untuk bertemu. Tapi Hae Won punya masalah karena pintu kamarnya dikunci oleh ibu sehingga ia tak bisa keluar. Ibu heran melihat Hae Won yang bisa suka dengan anak pembantu, apalagi akan menikah setelah lulus sekolah. Karena itu ia dan ayah Hae Won akan mengirimkan Hae Won untuk sekolah ke luar negeri.

Dan semalaman Dong Seok menunggu kedatangan Hae Won.


Keesokan paginya saat berangkat sekolah, Dong Seok terkejut melihat Hae Won yang berwajah ceria dan menyapanya  tapi memakai baju rumah saja dan tanpa alas kaki. Dong Seok bertanya apakah sesuatu terjadi pada Hae Won?


Hae Won tersenyum tabah walau menggigil kedinginan, “Tidak. Maafkan aku karena kemarin aku tidak datang.”


Sesaat Dong Seok mengamati Hae Won, kemudian ia melepas jaketnya dan memasangkannya ke badan Hae Won. Begitu pula dengan syal yang ada di tubuhnya, sekarang berpindah ke leher Hae Won.


Sambil berjongkok dan memasang sepatunya ke kaki Hae Won, Dong Seok berkata, “Apakah ibumu menguncimu agar kau tak menemuiku? Bagaimana kau bisa kabur?” Air mata menetes di pipi Hae Won mendengar suara Dong Seok, “Apa kau melompat dari jendela?”


Dong Seok berdiri dan bertanya, “Apakah .. kita harus putus?”

“Jangan..” air mata Hae Won semakin deras.

“Kalau begitu..”

“Kalau begitu apa?” suara Hae Won bergetar, menahan tangis yang terlanjur keluar, “Jangan katakan putus, oppa-ya.. Kumohon.”

“Kalau begitu, apa kita harus kabur? Haruskah kita kabur ke sebuah tempat dimana kita bisa bersama?”
Hae Won mengangguk-angguk, “Iya. Kita pergi saja.”

“Tapi aku tak dapat membelikamu baju bagus, atau tempat tidur yang bagus, atau makanan yang enak.”

“Tak apa-apa. Selama aku bisa bersamamu, aku dapat tidur di jalanan atau makan dari makanan babi,” sela Hae Won.

“Kalau begitu, ayo kita kemasi barang-barang kita dan bertemu di Stasiun Gyeongju pada hari Minggu.”


Hae Won menyanggupi dan berjanji tak akan terlambat lagi.


Kita tak tahu apa yang terjadi pada hari Minggu, karena kita kembali ke masa kini. Dong Seok dan Ssang Shik berjalan menuju barbershop. Ssang Shik bercerita tentang Dong Hui yang mahir berkelahi hingga banyak kelompok ingin merekrutnya. Tapi Dong Seok malah bertanya tentang Hae Won.

Ssang Shik ingat pada Hae Won yang dulu naksir Dong Seok dan selalu mengikuti Dong Seok kemanapun. Dan ia senang melihat kondisi keluarga Hae Won yang sekarang jatuh miskin.


Akhirnya Dong Seok melihat Hae Won kembali saat mendengar teriakan seorang wanita yang minta pria itu untuk memberikan uang 2,3 juta won, dan akhirnya mengambil cincin kawin sebagai pengganti uang itu. Dong Seok hampir tak percaya melihat gadis yang dulu dikenalnya sekarang berkelahi dengan adiknya hanya untuk sejumlah uang.


Ia menangkap tangan Dong Hui yang akan memukul Hae Won dan memintanya berhenti. Sebelum Dong Hui meluapkan kemarahannya, Ssang Shik mengatakan kalau orang itu adalah kakaknya Dong Seok.


Nama itu tak hanya membuat Dong Hui berhenti, tapi juga Hae Won. Tapi ia menguatkan diri, bersikap tak peduli saat menyambut uluran tangan Dong Seok yang membantunya berdiri. 


Ia menyapa Dong Seok dengan sangat sopan dan pada Dong Hui ia menyuruh untuk  membayar uang itu dulu jika ingin cincinnya kembali. Tanpa menatap Dong Seok, ia berjalan pergi. 


Dong Hui berniat mengejar Hae Won, tapi Dong Seok mencegahnya. Dong Hui sepertinya benar-benar tak suka melihat kakaknya. Saat Dong Seok berkata Dong Hui sekarang sudah tumbuh sangat tinggi dan ia tak dapat mengenalinya, jawaban Dong Hui malah, “Kalau begitu kau harusnya datang setelah 50 tahun saja, jadi saat itu kau tak benar-benar tak akan mengenaliku.”


Ssang Shik memukul kepala Dong Hui karena tak sopan pada kakaknya, tapi Dong Hui malah menambahkan, “Semua orang boleh menyambut kedatanganmu, tapi aku tak akan pernah!”


Dan ia pun pergi ke arah Hae Won pergi untuk membuat perhitungan. Ssang Shik heran melihat kelakuan Dong Hui sekarang dan bertanya-tanya Dong Hui itu mewarisi sifat dari siapa? Ayah Dong Hui tak seperti itu, apa mungkin ibunya?


Tapi bukan Dong Hui yang menjadi perhatian Dong Seok, tapi Hae Won. “Bagaimana keadaannya sekarang?”


Dong Seok mendapat gambaran sedikit tentang kondisi Hae Won saat Ssang Shik menunjuk sepeda motor yang menyalip mobilnya. Ssang Shik bercerita saat pertama kali Hae Won bekerja di perusahaan perkreditan, Hae Won sering dipukuli karena dia anak baru, tapi sekarang, Hae Won selalu bisa membuat semua kreditur membayar hutangnya.


Ssang Shik terkekeh geli melihat hidup yang sekarang berbalik. “Padahal dulu Hae Won hidup seperti putri di Gyeongju dan sekarang kau menjadi jaksa, membuat ibu Hae Won terkejut setengah mati hingga ia harus berbaring selama seminggu.”


Dong Seok tak ikut tertawa mendengar ucapan Ssang Shik. Tapi Ssang Shik tak menyadari hal itu, ia malah mengagumi mobil yang dibawa Dong Seok, walau heran karena mobil itu tidak mahal. Dong Seok menjawab kalau gaji jaksa itu tak banyak. Ssang Shik bertanya tentang calon istri Dong Seok, yang menurut Dong Tak, adalah dari keluarga kaya. “Apa mereka tak membelikanmu mobil? Kudengar keluarganya konglomerat.”

Dong Seok tak ingin membicarakan hal itu dan menyetel musik keras-keras.


Anak-anak keluarga Kang ini lucu-lucu deh. Masih ingat kan bagaimana mereka mengoper tugas Yeong Chun untuk memberitahu barber agar menutup toko? Rupanya Mul lupa menyampaikan pesan itu karena asyik makan ditraktir temannya. Dan sekarang ia dimarahi oleh Paman Dong Joo.

“Istirahat di tempat.”

“Ini aku sudah istirahat, Paman,” jawab Mul yang sudah dalam posisi tangan di belakang.

“Kau berani membantah ucapanku?” Dong Joo mendelik. “Siap di tempat, grak.”

Mul menurut namun meminta pamannya agar cepat bicara karena ia harus mengerjakan pe-er. Tapi Dong Joo memarahinya karena tak mendengar pesan dari bibinya untuk barber. Dan sekarang Mul harus menerima hukumannya, yaitu berdiri-jongkok-berdiri selama 10 kali.


Hahaha.. Mul akhirnya mengerjakan hukuman itu sambil berkata, “Kata-kata paman tak boleh dibantah! Kata-kata bibi juga!”


Untungnya bibi Dong Joo datang dan menyuruh Mul menghentikan itu. Saat Dong Won berkata kalau Dong Joo terlalu lembek pada Mul, Dong Joo menjawab bijak, “Anak-anak seharusnya disayangi, bukan diberi hukuman.”


Hahaha.. LOL. Dong Won marah dan pergi sambil mengancam akan mengadukan hal ini pada kakek. Dong Joo kesal karena Dong Won tak bisa bersikap dewasa. Mul menenangkan Dong Joo, “Dia kan masih anak-anak. Cobalah untuk mengerti.”


“Baiklah,” Dong Joo terdiam dan ia mencubit kedua pipi Mul. Mul tentu saja kaget melihat perlakuan Dong Joo yang berkata, “Bagaimana mungkin kau menyebut pamanmu adalah anak-anak?”


Lahhh… Dong Joo jadi si bibi lagi.


Dong Won pergi ke ruangan kakek, tapi tak jadi masuk karena kakek sedang didandani oleh ibu dan paman Ssang Ho. Kakek benar-benar ingin menyambut Dong Seok, bahkan ia memakai parfum milik Dong Tak. Tapi ia merasa masih bau dan ingin mandi. Tapi Ssang Ho tak mau karena minggu ini adalah giliran Dong Hui untuk memandikan.

Hmm.. berarti Dong Hui masuk penjara itu hanya sebentar, ya..


Yeong Chun datang dan memberikan oleh-oleh biskuit kelapa untuk kakek. Ibu bertanya tentang Dong Hui dan Yeong Chun menjawab dengan nada khawatir kalau Dong Hui langsung pergi ke barbershop. Ibu juga bisa menebak tujuan Dong Hui.


Tapi mereka tak sempat bicara lebih banyak lagi karena Ssang Ho memberitahukan kepulangan Dong Seok. Yeong Chun menjadi cemas dengan posisinya sebagai simpanan ayah Dong Seok. Ia memberikan lipstick baru dan meminta ibu untuk memperkenalkannya pada Dong Seok dengan memberi cerita yang baik-baik saja. “Jangan memberitahukan kalau aku ini menggoda ayahnya, tapi tolong jelaskan padanya kalau ayahnya menipuku hingga aku percaya kalau ayahnya belum menikah.”


Ibu menatap Yeong Chun iba dan berkata kalau Yeong Chun tak perlu memberikan lipstick padanya, karena Dong Seok pun tahu bagaimana kelakuan ayahnya.

Malah Kakek yang marah mendengar percakapan mereka, “Apa kalian ini baru saja menjelek-jelekkan anakku?”

Lahhh… si kakek ini.


Dong Seok datang di depan sebuah restoran dengan membawa banyak oleh-oleh. Ssang Shik menjelaskan kalau kakak iparnya sekarang membuka restoran dari uang tabungan dan uang kiriman Dong Seok. Dan memang benar. Dong Seok akhirnya melihat kondisi keluarganya yang sekarang berkecukupan.


Ia disambut oleh Ssang Ho yang pangling melihatnya dan tiga orang anak. Ssang Ho memperkenalkan Mul sebagai anak Dong Tak dan si kembar Dong Won dan Dong Joo sebagai adik Dong Seok. Ssang Ho menjelaskan kalau ayah Dong Seok pernah pulang 9 tahun yang lalu, “Seperti natal, dan seperti sinterklas memberikan anak-anak itu lewat cerobong asap.”

Duh, penjelasan yang absurd. Dan darimana mereka bisa punya cerobong asap? Ssang Shik memukul punggung Ssang Ho dan pada Dong Seok, ia bertanya apakah Dong Seok belum mendengar dari Dong Tak?


Jika memang kaget, Dong Seok memang pintar menyembunyikan kekagetannya. Ia menyapa ketiga krucil itu. Ibu keluar dan menyambutnya dengan canggung. Tanpa menatap mata Dong Seok, ibu memperkenalkan Yeong Chun sebagai wanita yang harus Dong Seok panggil dengan sebutan ibu, “Berikan salam dan perlakukan dia sebagai ibumu sendiri.”


Dong Seok menyapa sopan dan Yeong Chun membalasnya lebih sopan lagi dengan panggilan Jaksa Kang. Ibu memarahinya yang tetap memanggil Dong Seok dengan jabatannya, “Jangan panggil Jaksa Kang. Ia ini adalah anakmu juga. Panggil saja Dong Seok.”


Perlakuan ibu ini membuat Dong Seok canggung. Masih tak menatap mata putranya, ibu berkata kalau ia harus bekerja lagi dan menyuruh Dong Seok untuk segera menemui Kakek. Dan ia pun pergi ke restoran diikuti oleh Yeong Chun yang pamit dengan membuat isyarat love, saking bingungnya.

Ssang Shik menyimpulkan sekaligus beralasan kalau orang yang terlalu bahagia kadang tak bisa bicara ataupun menangis.


Sambutan yang aneh berikutnya muncul dari kakek. Begitu Dong Seok masuk kamar, ia disambut dengan lemparan bantal kakeknya yang berteriak,”Apa kau sudah mendengar kalau kakekmu sedang sekarat? Tunggulah beberapa hari lagi. Kupikir aku akan mati beberapa hari lagi. Kau harus ada di sini, jadi orang-orang tak akan menyebutmu jahat.”


Tapi kakek berkata seperti itu karena rasa sayangnya pada Dong Seok dan khawatir ia tak dapat melihat cucunya lagi sebelum ia meninggal. Ia menangis tersedu-sedu, membuat Dong Seok memeluk kakeknya dan minta maaf. Kakek terus menangis dan minta Dong Seok untuk tak meninggalkannya lagi.


Yeong Chun menemani Ibu bekerja, tapi ia terus mengutarakan keheranannya karena tak peduli pada kedatangan Dong Seok, “Kenapa pilih kasih dan memperlakukan Dong Ok seolah-olah ia yang paling penting dalam hidup ini? Jangan-jangan mereka bukan kembar. Dong Seok tak mungkin memiliki gen yang sama. Dong Seok pasti lahir dari ibu yang berbeda, kan?”


Ucapan yang sangat berani dari Yeong Chun pada Ibu, tapi membuktikan kalau hubungan mereka sangat dekat. Ibu hanya ngomel, “Harusnya aku menjahit mulutmu atau mengelem mulutmu itu.” Tapi perhatian ibu teralih dan baru sadar kalau ia tak melihat Dong Ok.


Ibu pergi ke kamar menemui Dong Ok yang sembunyi di dalam selimut. Padahal Dong Ok sudah berdandan cantik. Ibu menyuruh putrinya untuk menemui kembarannya. Tapi Dong Ok tak mau karena ia malu. Sekeras apapun ibu membujuknya, tapi Dong Ok tetap tak mau dan kembali bersembunyi dalam selimut.


Masih ingat tadi Hae Won menyalib mobil Dong Seok? Ternyata Hae Won terburu-buru pergi ke sebuah hotel setelah mendapat laporan dari Guk Su kalau ibu dan kakaknya, Hae Ju pinjam mobil direktur dan belum kembali sampai sekarang. Tak hanya itu, mereka juga pinjam uang 2 juta won dengan menggadaikan uang jaminan apartemen Hae Won.


Ternyata ibu Hae Won mengajak keluarga calon suami Hae Ju, yang datang dari Seoul, makan di hotel. Mereka berpura-pura kaya dengan uang dan mobil pinjaman itu untuk memberi kesan baik pada calon besan.


Calon mertua Hae Ju menanyai tentang adiknya, Hae Won, yang tak muncul di pertemuan ini. Ibu Hae Won menjelaskan kalau Hae Won yang  pianis lulusan luar negeri tak bisa ikut karena sedang melakukan pertunjukan.


Belum selesai ibu Hae Won bicara, muncullah Hae Won yang menatap keduanya dengan marah. Mereka pura-pura tak mengenal Hae Won. Tapi Hae Won tak peduli dicuekkan seperti itu. Pada calon besan, ia memperkenalkan diri sebagai pegawai perusahaan perkreditan Happy Cash dan mengatakan kalau kedua orang di sampingnya ini meminjam uang 20 juta won.


Ibu Hae Won memasang senyum sambil meminta agar mereka bicara diluar berdua saja, tapi Hae Won tak mau karena tahu kalau ia nanti akan dipukul. Ibu pun membantah kalau ia pinjam uang 20 juta won karena keluarganya sangat kaya dengan memiliki banyak property dan saham. 

Hae Ju menambahkan kalau barang-barang yang ia pakai bernilai lebih dari 30 juta won. “Dua puluh juta, kenapa juga kau harus pinjam uang sekecil itu kalau aku punya banyak uang?”


Hae Won tak tahan lagi. Ia berdiri dan menunjuk ke baju bermerek dan perhiasan Hae Ju, menyebut barang-barang itu adalah barang seken yang harganya tak mencapai 30 juta won. “Dan Anda tak punya harta seperti property, saham ataupun uang yang banyak. Bahkan kalian itu tinggal di apartemen milik anak kedua kalian. Benarkan?”


Hae Ju menggebrak meja, “Hentikan!” Ia melempar serbet ke muka Hae Won, “Sudah kubilang aku akan mengembalikan uangmu 10 kali lipat kalau aku menikah nanti! Bagaimana bisa kau mempermalukanku seperti ini?!”


Ibu mereka berbisik panik, karena ucapan Hae Ju membongkar semuanya. Tapi terlambat, dari ekspresi calon suami dan orang tuanya, terlihat kalau rencana mereka gagal. Hae Ju yang malu segera basa-basi berpamitan dan meninggalkan ruangan. Tapi ia berbalik dan berkata pada Hae Won, “Kalung ini asli milikku. Ayah membelikan kalung ini saat ia pergi ke Paris. Memang apa yang kau tahu tentang perhiasan?”

Ibu pun mengikuti Hae Ju, meninggalkan Hae Won sendiri bersama calon besan yang merasa tertipu oleh kedua wanita itu.


Hae Won terdiam dan duduk pasrah di hadapan mereka. Ia memandang hidangan yang dibeli dengan uang miliknya dan ia pun bergumam, “Sudah lama aku tak makan steak.” Kembali dengan wajah ceria, ia bertanya pada ketiga orang yang baru dikenalnya, “Bisakah saya makan ini? Saya belum makan seharian.”


Tanpa menunggu jawaban, ia mengiris steak dan makan dengan lahap, tak mempedulikan ketiga wajah yang bengong melihatnya. “Sayang jika makanan semahal ini terbuang percuma.” Tapi makanan semahal itu sangat susah ditelan, dan Hae Won pun menabahkan diri, bergumam menyemangati dirinya, “Ayo makan, Hae Won.”


Seong Hun menemui Dong Hui yang menyendiri karena kehilangan cincin kawinnya. Seung Hun rupanya sahabat Dong Hui karena mengetahui kebiasaan Dong Hui yang selalu pergi ke dua tempat, yaitu pinggir sungai tempat Dong Hui menikah dan sekolah tempat Dong Hui melakukan first kiss.


Dan ia tahu kalau Dong Hui merasa kesal karena kedatangan Dong Seok. Karena itu ia sudah memesan tempat di restoran barbecue untuk minum-minum. Mereka pun pergi dengan Guksu yang menyetir mobil.


Di tengah jalan, Seung Hun menemukan spanduk penyambutan Dong Seok yang sekarang sudah ditambahi dengan Yang benar saja! Seung Hun sepertinya tak suka dengan Dong Seuk karena ia senang melihat tambahan tulisan itu. Ia semakin senang dan bertepuk tangan memuji Dong Hui yang mengaku kalau ia yang menulisnya.

Tapi mood Dong Hui sepertinya sedang buruk dan berkata kalau ia harus pulang karena ibu sedang menunggunya. Dong Hui pun keluar mobil dan langsung pergi.


Seung Hun heran melihat Dong Hui yang sangat sayang pada ibunya, “Padahal gosipnya, ibu itu bukan ibu kandungnya.”

“Dong Hui sudah tahu itu,” jawab Guk Su.

“Tahu apa?”

“Tahu kalau ibu bukanlah ibu kandungnya. Ia sudah tahu sejak SMP, tapi ia pura-pura tak tahu.”

Song Heun melongo mendengar jawaban Guk Su.


Sebelum pulang, Dong Seok mampir untuk membeli ubi manis panas. Ia tak menyadari kalau ia berpapasan dengan keponakannya, Mul.


Mul rupanya pergi untuk menemui ayahnya yang sedang berlatih menyanyi di noraebang. Tapi ia tak segera masuk, melainkan berdiri di luar dan mendengarkan ayahnya yang berimajinasi menjadi bintang besar yang sedang diwanwancarai karena berhasil menggeser popularitas Lee Byung Hun.


Dong Tak menghela nafas dan menaruh mic-nya, tahu kalau imajinasi liarnya tak bisa menjadi kenyataan. Pada saat itulah Mul masuk dan memberi pertanyaan yang tak ia sangka-sangka, “Kenapa keluarga kita memperlakukan Paman Dong Seok berbeda dengan ayah?”

Dong Tak belum mengerti maksud anaknya, maka Mul pun menjelaskan, “Mengapa perlakuan yang kita terima berbeda saat kita datang pertama kali ke rumah? Mereka memasang spanduk untuk Paman Dong Seok dan memasak banyak makanan.”

Maka Dong Tak pun menjelaskan dengan muram kalau mereka kembali ke rumah setelah ia menceraikan ibu Mul dan ia tak mampu menghidupi dengan layak. “Apa kau ingin ada spanduk yang bertuliskan Selamat atas perceraianmu?”


Mul membelai kepala ayahnya dan meminta ayahnya untuk tak patah semangat  dan rendah diri karena Paman Dong Seok menjadi jaksa sementara Dong Tak hanyalah ekstra di panggung hiburan.


Dong Tak menenangkan putranya kalau ia tak merasa rendah diri dan ia juga bangga pada adiknya yang menjadi jaksa. Ia menyuruh anaknya untuk pulang lebih dulu karena ia harus berlatih lagi.


Entah apa yang dipikirkan Mul saat melihat ayahnya berlatih seperti anggota boyband. Tapi nampak kesedihan yang ditahan di wajah Mul. Juga Dong Tak.


Kakek akhirnya tertidur dengan Dong Seok menungguinya. Masih tak menatap putranya, Ibu menyuruhnya untuk pulang sebelum kakek terbangun lagi.


Hubungan ibu dan anak ini terasa canggung. Tak hanya ibu yang tak berani memandang putranya, tapi Dong Seok seakan juga tak tahu harus membuka pembicaraan seperti apa. Ia hanya memanggil, “Ibu..” tapi seperti tak meneruskan ucapan yang ada dalam hatinya, malah berkata, “Aku akan segera kembali.”


Sambil tetap membenahi selimut kakek, Ibu bertanya apa Dong Seok tak ingin tahu tentang Dong Ok? “Apa kau tak ingin melihatnya? Ia adalah saudara kembarmu.”


Maka Dong Seok pun mengetuk pintu kamar Dong Ok. Tak ada jawaban, maka ia pun membuka pintu. Ia menatap Dong Ok yang tertidur masih dengan selimut yang menutupi sekujur tubuhnya dan buket bunga di sampingnya.


Dong Seok keluar rumah dan bicara dengan salah satu pamannya di telepon, menolak ajakan pamannya minum karena besok ia sudah harus bekerja. Di depan, ia bertemu dengan Dong Hui yang baru saja pulang. Dong Seok membuka percakapan dengan baik-baik tapi ditanggapi ketus oleh adiknya.


Dong Seok mengajak Dong Hui untuk minum-minum, tapi ditolak. Dong Seok lantas mengajak Dong Hui untuk minum kopi, tapi tetap ditolak dengan alasan, “Perutku akan sakit jika minum kopi bersamamu.” Dong Seok menjawwab kalau ia punya obat sakit perut, dan akan berikan obatnya kalau nanti Dong Hui sakit.


Dong Hui kesal mendengar Dong Seok yang tak pantang menyerah. “Aku sedang ingin sendiri, jadi jangan ganggu aku dan pergilah sendiri. Aku harus bunuh Cha Hae Won besok, jadi aku harus bangun pagi.”


Dong Hui akan beranjak pergi meninggalkan kakaknya, tapi Dong Seok menghentikannya dengan berkata, “Apakah kau ingin aku menemukannya?” Dong Hui menoleh pada Dong Seok yang meneruskan, “Ibu Dong Won dan Dong Joo. Namanya Seo Jeong A bukan? Apa kau ingin aku menemukannya? Kau ayah mereka, bukan?”


Hae Won tak bisa masuk ke rumahnya sendiri karena dikunci oleh ibu dan Hae Ju yang marah karena ia merusak rencana mereka. Ia tak punya tempat lain untuk tidur.


Dong Seok yang pulang, melihat sosok Hae Won yang berjalan kaki. Ia pun menghentikan mobil dan keluar menghampiri Hae Won. Hae Won hanya menatapnya dan berjalan melewatinya. Tapi Dong Seok menghentikannya dan bertanya, “Kau mau kemana? Aku akan mengantarkanmu. Naiklah.”

Komentar :


Apa yang harus dilakukan Hae Won? Apa ia harus berkata kalau ia tak punya tujuan karena ibu dan kakaknya mengunci rumahnya sehingga ia tak bisa masuk ke dalam? Kalau saya jadi Hae Won, kok rasanya malu sekali berkata kayak gitu.


Rasanya miris melihat kondisi Hae Won yang sekarang, berbanding terbalik dengan kondisinya yang dulu. Sementara ibu dan kakaknya (Ahh.. Sekretaris Hyun! Senangnya melihatnya lagi Masih ingat kan dengan Sekretaris Hyun yang sekarang menjadi Hae Ju?), masih bergaya hidup mewah, padahal Hae Won banting tulang menjadi penagih utang di Happy Cash.


Padahal sepertinya hanya Hae Won yang memperlakukan keluarga Kang dengan baik, tapi mendengar cemoohan Ssang Shik pada Hae Won, membuat saya aja sakit hati mendengarnya. Hae Won tak pantas dicemooh. Orang boleh mencemooh Ibu Hae Won dan kakaknya, tapi tidak Hae Won.


Entah apa yang terjadi pada masa lalu mereka, tapi melihat tatapan mata Dong Seok remaja yang penuh dendam pada ibu Hae Won, saya merasa Dong Seok menerima cinta Hae Won untuk membalas dendam pada Ibu Hae Won. Apalagi Dong Seok menerima cinta Hae Won setelah ibunya menghina keluarganya di kantor polisi dan ia berjanji akan membalas dendam pada Ibu Hae Won.

Tatapan Dong Seok saat itu mengingatkan saya pada Maru yang penuh dendam pada Jae Hee. Dan sosok Hae Won remaja mengingatkan saya pada Eun Gi di awal episode.


Hal ini mungkin saya terjadi karena scriptwriter Wonderful Days juga yang menulis Nice Guy. Bahkan di dua drama itu, lead femalenya sama-sama tak memakai sepatu saat kabur dari rumah. Kebetulan? Di Will It Snow on Christmas, Ji Wan (Han Ye Seul) juga lupa memakai sepatu ketika bertengkar dengan tunangannya dan keluar dari rumah.


Banyak rahasia di keluarga Kang. Ternyata Dong Hui bukanlah anak kandung Ibu. Mengetahui kenyataan itu, kita bisa menebak alasan Yeong Chun yang dulu tiba-tiba muncul di rumah keluarga Kang dan ingin tinggal di rumah Kang. Mana ada selingkuhan yang berani masuk ke rumah istri sah?

Kemungkinan besar Dong Hui adalah anak Yeong Chun yang ditinggalkan saat bayi dan sepertinya ibu pun juga mengetahui hal itu karena ia membiarkan Yeong Chun yang menyambut keluarnya Dong Hui dari rumah sakit. Hubungan Ibu dengan Yeong Chun terlihat seperti teman, walau Yeong Chun lebih memberi respek yang besar pada Ibu.

Sejarah kembali terulang, saat Dong Hui punya anak, Dong Joo dan Dong Won diaku oleh Ibu sebagai anak kandungnya. Jadi sebenarnya ibu memiliki 3 orang anak yang bukan anak kandungnya.



Saya melihat sikap ibu nrimo dengan semua kejadian ini (Dong Hui menjadi anaknya, menerima Yeong Chun yang simpanan suaminya, dan si kembar dijadikan anaknya juga)bukan karena pasrah, tapi karena kebaikan hati Ibu. Dan semua anggota keluarga Kang tahu betapa baiknya Ibu dan tak ingin menyakiti hatinya.